Senin, 24 September 2012

Kekhawatiran Eropa Menekan Pasar Global



Mata uang euro kembali melemah terhadap dollar AS sebagai respons kekhawatiran atas ketidakpastian di Uni Eropa (UE) terkait perbedaan pendapat antara Kanselir Jerman dan Presiden Perancis atas unifikasi sistem perbankan di kawasan itu, akhir pekan lalu.
Penyelesaian krisis utang di Benua Biru pun terhambat. Di saat yang sama, Perdana Menteri Spanyol tampak ragu-ragu antara meminta dana talangan atau tidak. Keraguan ini membuat tekanan imbal hasil untuk obligasi pemerintah di Jerman turun.
"Sentimen terhadap Uni Eropa memburuk, ditambah ekonomi Jerman tampak mulai melambat," kata ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, di Jakarta, Selasa (25/9/2012).
Tingkat kepercayaan diri bisnis Jerman secara tak terduga turun pada bulan September. Akibatnya, harga minyak mentah dunia juga tertekan. Imbal hasil obligasi AS 10 tahun turun menjadi 1,709 persen.
Pemenang nobel ekonomi Stiglitz memperingatkan UE untuk segera membentuk banking union dan deposit insurance (penjaminan) untuk mencegah capital flight yang semakin memperburuk situasi di UE

CV. Aries Utama Mandiri adalah CV yang bergerak dibidang General Contractor,Supplier dan Perdagangan Umum/ Ekspor

Ekskalasi Eropa Perkuat Posisi Rupiah


Kembali tidak kondusifnya kondisi di Eropa akhir pekan lalu diperkirakan akan mengeskalasi dollar AS di pasar global pagi ini, Senin (24/9/2012). Rupiah pun diperkirakan menguat.
Hari Jumat (21/9/2012) lalu, rupiah ditutup melemah di level Rp 9.545 per dollar AS dari pembukaan di level Rp 9.540 per dollar AS. Rupiah bergerak di kisaran Rp 9.540-9.560.
Indeks bursa IHSG yang ditutup menguat, menopang rupiah pada penutupan sore hari. Sinyal melambatnya kembali pertumbuhan ekonomi global dan belum kondusifnya kondisi di Eropa akhirnya mendorong tereskalasinya dollar AS akhir pekan kemarin.
BI terlihat melakukan intervensi dengan masuk ke pasar valas pada perdagangan rupiah untuk menciptakan kestabilan nilai rupiah. Tim riset BNI Treasury memperkirakan rupiah berpotensi bergerak dengan kecenderungan menguat di awal pekan ini.
Kembali tidak kondusifnya kondisi di Eropa setelah pertemuan Angela Merkel dengan Francois Hollande pada akhir pekan kemarin diperkirakan akan mengeskalasi dolar pagi ini.
Keduanya belum sepakat soal unifikasi sistem perbankan di Benua Biru. Non Delivery Forward (NDF) rupiah satu bulan di pasar offshore dibuka turun di level Rp 9.580-9.600 pada pagi ini diharapkan dapat meredakan tekanan dolar hari ini. BI diprediksi akan kembali masuk ke pasar apabila rupiah dinilai sudah terlalu lemah.